Kasian masyarakat. Tahun Baru, timbul beban baru. PT PLN memangkas secara bertahap subsidi listrik rumah tangga berdaya 900 VA. Per 1 Januari lalu, tarif berubah dari Rp 605/kWh menjadi Rp 791/kWh. Bukan itu saja, dua bulan ke depan, tarif itu bakal dinaikkan lagi.
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka memastikan kenaikan tarif listrik itu. "Mulai 1 Januari 2017, pelanggan listrik rumah tangga mampu berdaya 900 VA dikenakan kenaikan tarif secara bertahap," ujar Made kepada wartawan di Jakarta, kemarin.
Made merinci, pemangkasan yang bertujuan agar subsidi tepat sasaran itu dilakukan secara bertahap. Setelah kenaikan di awal tahun, kenaikan juga akan dilakukan kembali 1 Maret 2017 dan 1 Mei 2017.
Dengan skenario itu, lanjutnya, maka secara bertahap tarif pelanggan rumah tangga 900 VA akan mengalami kenaikan dari Rp 605 menjadi Rp 791 per 1 Januari 2017, Rp 1.034 mulai 1 Maret 2017 dan Rp 1.352/kWh per 1 Mei 2017. Lalu, mulai 1 Juli 2017, pelanggan rumah tangga 900 VA itu akan dikenakan penyesuaian tarif otomatis setiap bulan seperti 12 golongan tarif nonsubsidi lainnya.
Sementara, 25 golongan tarif lainnya tidak berubah. Pelanggan rumah tangga kecil daya 450 VA dan 900 VA, bisnis dan industri kecil serta pelanggan sosial termasuk dalam 25 golongan tarif tersebut. Pelanggan golongan ini masih diberikan subsidi oleh pemerintah.
Made menambahkan, selain mencabut sebagian subsidi golongan 900 VA, PLN juga menurunkan tarif 12 golongan pelanggan nonsubsidi per Januari 2017. "Penurunan tarif listrik rata-rata sebesar Rp 6 per kWh," katanya. Ke 12 golongan itu adalah rumah tangga daya 1.300 VA, 2.200 VA, 3.500-5500 VA dan 6.600 VA ke atas.
Selanjutnya, golongan bisnis daya 6.600-200 kilo VA (kVA), bisnis di atas 200 kVA, kantor pemerintah 6.600-200 kVA, industri di atas 200 kVA, industri 30 mega VA (MVA) ke atas, kantor pemeritah di atas 200 kVA, penerangan jalan umum dan layanan khusus.
Menurut dia, tarif listrik tegangan rendah (TR) pada Januari 2017 menjadi Rp 1.467,28 per kWh, tegangan menengah (TM) menjadi Rp 1.114,74 per kWh, tegangan tinggi (TT) menjadi Rp 996,74 per kWh, dan layanan khusus menjadi Rp 1.644,52 per kWh.
Dijelaskan, tarif listrik turun karena harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) juga turun meski indikator lainnya berubah, kurs rupiah terhadap dolar AS melemah dan inflasi naik. ICP pada November 2016 turun 3,39 dolar AS per barel dari 46,64 dolar AS menjadi 43,25 dolar AS per barel pada Oktober 2016. Kurs rupiah pada November 2016 melemah Rp 293,26 dolar per dolar AS dari Rp 13.017,24 menjadi Rp 13.310,50 per dolar AS pada Oktober 2016. Dan, inflasi naik 0,33 persen dari 0,14 persen pada Oktober 2016 menjadi 0,47 persen pada November 2016.
Pengamat ekonomi dari Indef, Ahmad Heri Firdaus menyatakan, penghapusan subsidi listrik untuk golongan 900 VA cukup membebani rakyat. Pasalnya, pengguna golongan itu termasuk kelas menengah.
"Kelas menengah itu pas-pasan. Karena sudah naik, artinya akan memotong pos keuangan lain. Misalnya menghemat untuk belanja atau makan," ujar Heri kepada Rakyat Merdeka. "Pas Tahun Baru lagi, ketika uang sudah habis saat liburan. Ini sama saja artinya Tahun Baru beban baru," pungkasnya.
Anggota Komisi VII DPR Ramson Siagian meminta pemerintah serius mendata siapa saja pengguna golongan listrik 900 VA yang subsidinya dipangkas. Pasalnya, data pengguna listrik memang ada di PLN, sedangkan data untuk warga miskin ada di pemerintah.
"Siapa saja yang dicabut subsidinya dengan menaikkan listrik golongan 900 VA harus jelas dong, karena loncatan dari 900 VA yang disubsidi dan tidak itu besar sekali," ujar Ramson kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Pencabutan subsidi, kata Ramson, akan sangat berdampak buat masyarakat. Sebab, saat berada di 900 VA yang disubsidi, pengguna hanya membayar sekitar Rp 513 per kilowatt hours (Kwh).
Namun, saat mereka dipaksa naik kelas ke 1.300 VA atau tidak mendapatkan subsidi, pelanggan harus membayar Rp 1.413 per Kwh. Dengan begitu, terdapat lonjakan sekitar 180 persen.
sumber; Posmetro.co